Selasa, 21 Mei 2013

INTEGRASI ILMU AGAMA (ISLAM) DAN ILMU SAINS OLEH: KELOMPOK 4 SAMSUL REZKY AMALIA TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN QAIMUDDIN KENDARI 2013 A.PENDAHULUAN Dewasa ini kita sering mendengar istilah ilmu agama dan ilmu sains, ilmu agama islam adalah ilmu yang berbasiskan dengan wahyu, hadits Nabi, Penalaran para Ulama (ijma). Misalnya Fiqh, Tasawuf, Ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah Peradaban islam dan pendidikan agama islam. Selanjutnya ilmu sains adalah ilmu yang berbasikan dengan penalaran manusia berdasarkan penalaran akal dan data yang empiris. Seperti matematika, Astronomi, Astropologi dan lain sebagainya. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak memperdulikan ilmu. Hal ini dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama memiliki cara yang berbeda baik dari pendekatan, pengalaman, dan perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber perdebatan. Ilmu-terkait erat dengan pengalaman yang sangat abstrak, misalnya matematika. Sedangkan agama lebih terkait erat dengan pengalaman biasa kehidupan. Sebagai interpretasi pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama bersifat preskriptif. Ada juga yang memandang bahwa sains dan agama berdiri pada posisinya masing-masing, karena bidang ilmu mengandalkan data yang didukung secara empiris untuk memastikan apa yang "nyata" dan apa yang tidak, agama sebaliknya siap menerima yang gaib dan tidak pasti hanya didasarkan pada variabel berwujud dari "iman" dan kepercayaan. Bahwa agama dan sains harus hidup berdampingan independen satu sama lain, sebab meskipun ada kesamaan dalam misi mereka, perbedaan mendasar antara keduanya menyajikan sebuah konflik yang akan beresonansi pada inti masing-masing. Sehingga integrasi antara sains dan agama hampir tidak layak, sebagai kriteria ilmiah untuk mengidentifikasi asumsi tersebut menjadi nyata, karena dipastikan ada proses kanibalisasi antara keduanya, sementara agama sangat penting bagi kesejahteraan individu dan bertujuan menciptakan harmoni bagi kehidupan. Persoalan yang muncul sekarang adalah bagaimana melakukan integrasi antara sains dan agama, dan integrasi seperti apa yang dapat dilakukan?. Dalam wacana sains dan agama, integrasi dalam pengertian generiknya adalah usaha untuk memadukan sains dan agama. J. Sudarminta, SJ, misalnya, pernah mengajukan apa yang disebutnya ”integrasi yang valid”, tetapi pada kesempatan lain mengkritik ”integrasi yang naif” (istilah yang digunakannya untuk menyebut kecenderungan pencocok-cocokan secara dangkal ayat-ayat kitab suci dengan temuan-temuan ilmiah). B.PEMBAHASAN Tinjauan tentang Integrasi Ilmu Agama Islam dengan Ilmu-ilmu Umum, menurut: 1.TEOLOGI Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari tuhan sebagai mana wahyu yang diturunkan-Nya . Melalui tinjauan normatif teologis ini, seseorang akan dibawa pada suatu keadaan melihat masalah berdasarkan perspektif tuhan dalam batas-batas yang dapat dipahami manusia. Demikian pentingnya tinjauan normatif teologis ini, maka ia telah digunakan sebagai salah satu cara untuk melihat masalah. Tinjauan suatu masalah berdasarkan normatif teologis termasuk tinjaun yang paling mendominasi pemikiran umat islam. Hal ini terjadi akibat pengaruh paham teologi asy’ari yang menempatkan Tuhan amat dominan dalam menentukan perjalanan manusia. Ada juga anggapan yang kuat dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa ”agama” dan ”ilmu” adalah dua entitas yang tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak memperdulikan ilmu. Hal ini dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama memiliki cara yang berbeda baik dari pendekatan, pengalaman, dan perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber perdebatan. Ilmu terkait erat dengan pengalaman yang sangat abstrak, misalnya matematika. Sedangkan agama lebih terkait erat dengan pengalaman biasa kehidupan. Sebagai interpretasi pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama bersifat preskriptif. Tinjauan normatif teologis ini perlu dilakukan untuk membangun komitmen dan melihat sesuatu dalam perspektif yang ideal sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan dan firman-firman-Nya. Tinjauan normatif teologis ini Pada tahap selanjutnya terlihat kurang berpengaruh dalam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Karena dengan tinjauan tersebut manusia sebagaimana dalam pandanga teologi asy’syariah banyak mengandalkan tuhan akibatnya manusia menjadi kurang kreatif dan inivatif. Akibatnya keadaan duni islam mengalami kemunduran sebagai akibat kurangnya perhatian terhadap penggunaan penalaran. Tinjauan normatif teologis selanjutnya mengharuskan kita untuk melihat secara seksama bagaiman pandanga tuhan terhadap integrasi ilmu agama islam dan ilmu umum, sebagai mana terdaat dalam firman-Nya di dalam Al’quran dan dan dijabarkan oleh nabi muhammad saw dalam haditsnya. Al-quran dan As-sunnah sesungguhnya tidak membedakan antara ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum. Yang dalam ada dalam alqur’an adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama islam dan ilmu umum adalah merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengindetifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya. 2. HISTORIS a. Sejarah Pertumbuhan ilmu agama islam dan ilmu sains di dunia islam Ada dua Faktor yang sangat berperan dalam kemajuan ilmu pengetahuan saat itu: a. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Bangsa persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, matematika dan astronomi. Sedangkan yunani masuk melalui terjemahan-terjamahan dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat. b. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase, pertama, pada masa khalifah Al-mansur hinggs Harun al-rasyid, terutama dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, berlangsung pada masa al-ma’mun hingga tahun 300 H. Terutama dalam bidang filsafat dan kedokteran. Ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Matematika Matematika dan sains masuk ke dunia islam lewat cara yang sama dengan pemikiran filsafat yaitu melalui, terutama lewat beberapa karya ringkasan yang menjadi buku pegangan dikedua daerah tersebut sepanjang masa domoinasi aleksandria sebagai pusat dunia intelektual hellenisme. Proses transmisi ilmu pengetahuan yunani kedalam bahasa arab telah berpengaruh juga pada proses perkembangan ilmu matematika. Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh yang berhasil menguasai ilmu tersebut, bahkan keberadaannya telah menjadi rujukan para ilmuwan barat pada saat itu. Sejarah matematika telah kita ketahui dimulai sejak sebelum masa pra-islam, maka tokoh-tokoh matematikawan di dunia arab tersebar mulai dari masa itu, melewati masa-masa puncak renaisans islam di abad ke 8-11 masehi, dan mulai memudar sekitar abad ke-s13. Bahkan menurut catatan Nasr, sampai abad ke 19, tradisi keilmuan matematika ini masih terus hidup dan melahirkan tokoh-tokoh dan karya yang mumpuni. Para tokoh matematika muslim ini aktif berperan dalam berbagai kegiatan keilmuan, mulai dari penerjemahan, pengembangan teori (baik matematika itu sendiri, maupun ilmu-ilmu yang menyatu dengan matematika , seperti astronomi atau musik), maupun aktivitas lain, seperti perencannan tata kota maupun kontruksinya. Dan kalau disebut sebagi tokoh matematika , kabanyakan dari mereka juga berkarya di bidang astronomi, astrologi dan musik. Dapat disebutkan di sini sederet nama-nama terkenal misalnya Naubakht (ahli astronomi), Al-Farukhan ( penerjemah dan pemberi anotasi Quardipartium karya ptolomeus (815), Ibn Al Haytam (965-1039), Umar Khayyam ( 1048-1132), Nasir al-Dn Al-Thusi (w.1247), Banu Musa (tiga putra dari syakir ibn Musa , yakni Muhammad, Ahmad dan Hasan), Ibn Mashar, Al-Khawarizmi (839-849), Abu Al-Wafa’ (940-997), Abu Al Husain Al –Sufi/Azopsi ( 903-986), Habasyi Al-Hasib, Al-Fargani/Al-Farganus, Al-Fathl Al-Nayrizi(w.922), Al-Muzaffar Al-Tusi, Quthb Al-Din Al-Syirazi (1236-1311). Setidaknya nama-nama ini muncul dalam buku-buku teks standar yang tersebar di dunia akademik sejarah matematika. Di luar nama-nama diatas, diperkirakan masih banyak matematikawan yang tercatat dalam tinta emas peradaban islam. b.Sejarah Ilmu Dari dunia Islam ke Eropa dan Barat Sebagaimana tercatat dalam sejarah bahwa pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Islam telah Menguasai Afrika Utara, Benua Eropa (711 M), Maroko dan Al-Jazair, Spanyol, kordova, Seville, Elvire, dan Toledo. Bahkan pada masa Khalifah umar bin Abd. Aziz, serangan dilakukan ke prancis melalui pegunungan Pirancee. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah spanyol dan jatuhnya kerajaan islam terakhir di sana, islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, dari tahun 711 M hingga 1492 M. Rentang waktu yang panjang tersebut telah berpengaruh pada proses kemajuan ilmu pengetahuan di dunia barat. Jarak antara spanyol dan negara-negara barat yang relatif dekat paling tidak telah banyak membantu para ilmuwan barat untuk melakukan adopsi kebudayaan dan penerjemahan karya-karya gemilang intelektual muslim yang telah ada. Analisis lain yang bisa dikedenpankan tentang masuknya ilmu agama islam ke negara barat juga didukung oleh lahirnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi pada abad ke-12, yang secara otomatis akan memainkan peran dalam melakukan proses penelitian dan penerjemahan karya intelektual dan keilmuan islam ke dalam bahasa latin. Disamping beberapa faktor di atas, perkembangan ilmu pengetahuan di eropa pun sesungguhya lebih dilatar belakangi sebuah keinginan besar dari para pemuda kristen yang belajar di Universitas-universitas islam di spanyol, seperti Univertas Cordova, Sevile, Malaga, dan Salamanca dalam menerjemahkan karya-karya intelektual muslim yang tersebar di seluruh dunia. Keaktifan mereka selama masa kuliah, telah membuktikan kepada mereka bahwa ilmu-ilmu yang yang diperoleh dari intelektual Muslim membawa manfaat besar khususnya bagi pribadi mereka dalam pengembangan wacana keilmuwan juga dalam proses pendidikan (universitas) yang mereka dirikan di eropa. Pada abad pertengahan tepatnya abad ke-12 kondisi inipun ternyata berbalik arah. Eropa yang dulu belajar terhadap kaum muslimin harus belajar kembali kepada eropa yang saat ini hampir menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. C. Sejarah pertumbuhan ilmu umum di dunia islam pada zaman modern (proses masuknya ilmu umum dari barat ke dunia islam) Saat ini masyarakat-masayarakat non-barat memerlukan bantuan barat dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan serta melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Barat, sebagaiman disimpulkn oleh seorang penulis, adalah bangsa yang: 1. Memiliki sistem perbankan internasional dan mampu mengoperasikannya sendiri. 2. Mengendalikan peredaran mata uang. 3. Costumer utama dunia. 4. Menguasai pasar modal internasional. 5. Mampu menerapakan moral leadership dalam berbagai negara. 6. Memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi militer secara massif. 7. Mengendalikan jalur lalu lintas laut. 8. Menjadi pelopor berbagi penelitian dan perkembangan teknologi maju. 9. Memiliki peran penting dalam bidang pendidikan. 10. Menguasai akses keseluruh dunia. 11. Menguasai industri pesawat terbang. 12. Menguasai komunikasi nasional. 13. Menguasai industri-industri senjata canggih. Batasan tersebut mengindikasikan bahwa barat telah menguasai hampir diseluruh kehiduan dunia, mulai dari pendidikan, lalulintas, teknologi, informasi, dan lain sebagainya. Adanya kemajuan tersebut tentu tidak bisa lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikuasai mereka. Kebangkitan intelektual di eropa telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan eropa. Pada saat yang bersamaan kondisi umat islam telah banyak mengalami kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan. Kecanggihannya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan telah membuktikan barat telah beberapa kali memenangkan perang melawan umat islam. Bahkan beberapa wilayah telah dikuasai barat. Kejayaan ini berlangsung cukup lama, sampai diangkatnya penguasa baru Abbasiyah. Al-Mutawakkil yang bermazhab sunni melakukan pencabutan izin resmi Mu’tazilah sabagai satu aliran resmi kenegaraan yang pernah terjadi pada masa Al-makmun, kondisi terus berlanjut hingga islam merasa Antipati terhadap golongan Mu’tazilah, golongan yang gencar menyebarkan ajaran rasionalis. Sejak itu masyarakat tidak lagi mau mendalami ilmu-ilmu sains dan filsafat. Pemikiran logis dan ilmiah tidak lagi menjadi budaya berpikir masyarakat muslim sampai akhirnya pola berikir rasional berubah menjadi pola pikir tradisonal yang banyak dipengaruhi oleh ajaran spiritualitas, tahayul, dan kemujadahan. Antipati terhadap Mu’tazilah juga telah menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap penerapan kurikulum di madrasah. Jatuhnya paham Mu’tazilah telah mengangkat kaum konservatif menjadi kuat. Dalam rangka mengembalikan paham ahlusunnah sekaligus memperkokoh basis, para ulama sering melakukan kontrol terhadap kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan. Pada masa ini, materi pelajaran sangat minim, hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama, bahkan pendidikan islam lebih identik dengan pelajaran fiqh dan tasawuf. Kondisi demikian terus diperburuk seiring dengan runtuhnya kota bagdad, akibat serangan tentara mongol pada tahun 1258 M, yang kemudian berakibat pada kehancuran kebudayaan dan pusat pendidikan islam. Artinya, kemunduran umat islam sesungguhnya telah diawali sejak runtuhnya aliran Mu’tazilah, yang kemudian berakibat pada cara berfikir umat islam yang tidak lagi rasional, tidak lagi mau menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang punya nilai guna. Hal ini terus diperburuk oleh situasi politik negeri islam yang tidak menetu, yang berakibat pada rapuhnya sistem pemerintahan saat itu, yang kemudian juga berakibat pada lemahnya sektor pendidikan, baik industri, metodologi, bahkan tujuan pendidikan islam semakin kehilangan visi, misi, dan tujuan sebagaimana yang pernah diterapkan di masa-masa kejayaan islam. Inilah awal mula terjadinya kesadaran umat islam akan ketertinggalannya yang begitu jauh. Introspeksi terus dilakukan oleh beberapa pembaru islam, untuk kemudian dicarikan apa yang harus kita perbuat dalam mengembalikan kejayaan islam di masa lalu. Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mengharuskan terjadinya proses pembaruan dalam islam, yaitu: 1. Faktor kebutuhan Fragmatis umat islam yang sangat memerlukan satu sistem pendidikan islam yang betul-betul bisa diajdikan rujukan dalam mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa dan beriman kepada Allah. 2. Agama islam sendiri melalui ayat suci alqur’an banyak menyuruh atau menganjurkan umat islam untuk selalu berfikir dan bermetafora, membaca dan menganalisis sesuatu untuk kemudian bisa diterapkan atau bahkan bisa menciptakan hal yang baru dari apa yang kita lihat. 3. Adanya kontak islam dengan barat, juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lhat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat islam untuk belajar secara terus-menerus keada barat, sehingga ketertinggalan-ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisasi. Terjadinya kontak hubungan antara islam dan barat merupakan faktor eksternal pembaruan pendidikan islam karena umat islam dapat melihat kemajuan barat pada peralatan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendudukan atas meir oleh napoleon Bonaparte pada tahun 1798 merupakan tonggak sejarah bagi umat islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan kemunduran mereka khusunya dalam bidang teknologi. Ekspedisi napoleon di mesir bukan hanya menunjukkan sepasukan tentara yang kuat dengan peralatan militernya, bahkan njuga memebawa sepasukan ilmuwan dengan seperangkat ilmiah dua set peralatan. Kondidi inilah yang melatar belakangi para tokoh pembaruan islam akan kemunduran dan keterbelakangan yang selama ini dirasakan. D. pola pembaruan dalam Islam. Ada dua faktor yang menjadi sebab lahirnya pembaruan pendidikan islam a. Pola pembaruan pendidikan islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di barat, yang kemudian kita kenal dengan gerakan modernis. Golongan yang berorientasi pada pola ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang diakui oleh barat adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah ala barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Kelompok ini memahami bahwa kalau kondisi pendidikan islam telah mengalami kemunduran yang sangat luar biasa, pendidikan islam, institusi madrasah tidak lagi bisa dipandang sebagai institusi yang bisa mencetak lulusan yang handal. Oleh karenanya adanya usaha perbaikan sistem, tujuan, metodologi, sarana dan prasarana, kearah pendidikan yang lebih baik sudah menjadi satu kebutuhan bagi para pembaru islam. b.Pembaruan pendidikan islam yang berorientasi pada pemurnian kembali ajaran islam. Golongan yang berorientasi pada pola ini, bagi mereka terjadinya kemunduran islam lebih disebabakan oleh ketidak taatan kaum muslimin dalam menjalankan ajaran islam menurut semestinya. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban serta ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya dimasa silam. Bagi kelompok ini, adanya kemajuan peradaban islam seharusnya menjadi referensi atau bahkan sandaran kalau sesungguhnya islam sendiri, melalui ajarannya yakni Al-qur’an dan hadits bisa memajukan umatnya tanpa harus berkiblat pada barat. Justru kita harus kembali menengok masa-masa kejayaan umat islam, bukannya malah berbalik memalingkan atau tidak mau menengok sama sekali kebelakang. 3. FILOSOFIS Dalam pandangan islam posisi ilmu menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu tidaklah heran jika banajyak nash baik dari la-qur’an dan assunnah yang menganjurkan kepada manusia untuk menuntut ilmu, diantaranya, firman allah dalam surat Al-alaq, yaitu;                          1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-Mu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhan-Mu lah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 4. REINTERGRASI ILMU AGAMA (ISLAM) DAN ILMU SAINS Salah satu istilah yang paling popular dipakai dalam konteks intergrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum adalah kata “islamisasi”. Dalam kamus Webster, islamisasi bermakna to bring within islam. Makna yang lebih luas adalah menunjuk pada proses pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu penngetahuan maupun objek lainnya . Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut faruqi, menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai-nilai kewahyuan, umat islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Sejak kemunduran islam (abad ke 12 M), karena para penguasa muslim kurang memberikan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan hingga akhir abad ke-16, di mana dimulai terputus hubungan antara dunia islam dengan aliran utama dalam sains dan teknologi, umat islam sangat tertinggal jauh dibanding masayarakat barat dalam ilmu pengetahuan. Disaat mengalami kemunduran, justru mulai bangkit dari kegelapan pengetahuan setelah sekian lama terbelenggu dalam indoktrinisasi teologi kristiani. Di sisi lain, para ulama, sebagaimana dikatakan aziz juga sangat inward looking dalam memahami ilmu-ilmu agama. Ketertinggalan dalam memahami wahyu ini sampai mencapai tingkat kebenaran yang memadai, diasumsikan karena tertinggal dalam penguasaannya terhadap ilmu-ilmu pengetahuan umum. Selain masalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan , hal terbesar yang dihadapi umat islam dewasa ini adalah berkaitan dengan paradigma berpikir. Umat islam masih berpikir secara absurd. Misalnya dalam memahami al-qur’an umat islam masih mencari sisi mistik dari surat-surat tertentu. Seperti al-ikhlas, an-naas, ayat kursi,yasiin dan sebagainya. bukan justru mengembangkan wacana-wacana keimanan, kemanusiaan, dan pengetahuan. Dikalangan umat islam yang demikian paling kurang timbul tiga sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut sebagai berikut; Pertama, Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Karena itu ilmu tersebut harus ditolak. Untuk memebawa kemajuan islam adalah dengan kembali pada al-qur’an dan as-sunnah, serta warisan islam dizaman klasik. Kedua, sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu yang bersifat netral. Karenanya ilmu tersebut harus diterima apa adanya. Ketiga, sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu yang bersifat sekuler, dan materialism. Namun dapat diterima oleh umat islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses islamisasi. Ketiga sikap tersebut satu sama lainnya memiliki pengaruh sendiri-sendiri di masyarakat dengan segala implikasi. Dari pernyataan di atas muncul pertanyaan, apakah proses islamisasi ilmu pengetahuan itu perlu dilakukan?? Di bawah ini akan di ulas pendapat beberapa ahli tentang hal ini. Dr.Mohammad Arkoun dan Usep Fathuddin. Beliau seorang guru besar Islamic Studies pada Universitas Sorbon Prancis.mengatakan bahwa keinginan para cendekiawan muslim untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah merupakan kesalahan, sebab ini dapat menjebak kita pada pendekatan yang menganggap bahwa islam hanya semata-mata sebagai ideologi. Senada dengan itu, Usep Fathuddin di indonesia juga terdapat pendapat bahwa islamisasi ilmu pengetahuan itu tidak perlu dilakukan. Beliau berkata: hemat saya, islamisasi ilmu bukanlah kerja ilmiah, apalagi kerja kreatif. Sebab yang dibutuhkan umat islam dan lebih lagi bagi para cendekiawannya adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Mulyanto dan Haidar Bagir Kedua orang ini mendukung proses islamisai ilmu pengetahuan. Mulyanto mengatakan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan sering dipandang sebagai proses penerapan etika islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan kriteria pemilihan satu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain islam hanya berlaku sebagai kriteria etis diluar struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan , tak lain dari proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan pada prinsip-prinsip yang hakiki, yakni tauhid, kesatuan makna kebenaran, dan kestuan ilmu pengetahuan. Haidar Bagir mengemukakan bahwa tentang perlunya dibentuk sains yang yang islami. Hal ini didukung oleh tiga argumentasi sebagai berikut:  Umat islam perlu sebuah sistem sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, material dan spritiual.  Secara sosiologis , umat islam yang tinggal di wilayah geografis dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari barat.  Kita umat islam, pernah memiliki peradaban islamisasi di masa sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat islam . Jadi, jika ke tiga aspek ini mampu kita penuhi , kita punya alasan untuk berharap menciptakan kembali sebuah sains islam dalam peradaban yang islami pula . C. KESIMPULAN Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi Ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk mentransformasikan Nilai-nilai keislaman ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, Khusunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Islamisasi ilmu Pengetahuan adalah upaya untuk menghubungan dan memadukan antara sains dan agama, tak harus berarti menyatukan atau bahkan mencampuradukkan, karena identitas atau watak dari masing-masing kedua entitas itu tak mesti hilang, atau sebagian orang bahkan akan berkata, harus tetap dipertahankan. Dengan adanya islamisasi ilmu pengetahuan dapat dilihat dan diketahui dengan secara Real bahwa islam bukan hanya mengatur dalam segi-segi ritualitas semata seperti shalat,puasa,zakat dan haji melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi duniawi , termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Ditengah-tengah masyarakat yang masih dilanda dengan krisis dalam berbagai bidang kehidupan seperti sekarang ini, Islamisasi ilmu pengetahuan semakin dipandang relevan daya antisipasinya. Ini juga sangat berperan penting, melihat banyaknya tumbuh industri pelayanan perbankan, yang umunya belum menerapkan syariah islam namun sudah ada beberapa industri perbankan yang menyadari bahwa pebankan berbasiskan islam itu perlu. Ini juga sangat perlu untuk dipraktekkan pada kehidupsn kenegaraan yang semakin menuntut perlunya penegakan kejujuran, demokrasi, tranparansi dan lain sebagainya. Dengan demikian, sudah saatnya kita harus menghilangkan dikotomisasi antara agama dan sains. Sudah lama, kita merindukan sebuah harmoni yang Balance antara ruh spiritualitas agama dan sains. Sudah saatnya, agama dan sains harus menghadirkan kesadaran yang muncul lewat pandangan-pandangan yang lebih harmonis. Dan pendidikan merupakan salah satu medium terbaik untuk tujuan tersebut, karena kunci ke arah masa depan yang lebih baik adalah pendidikan, dimana tujuan utama pendidikan adalah untuk memampukan “budaya pengetahuan integral” berakar kuat di masyarakat Muslim kontemporer, sehingga kemajuan di bidang sains dan teknologi menjadi lebih mudah untuk dicapai. Daftar Pustaka Nata, Abuddin, dkk. Intergrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2005 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakata: Rajawali Pers, 2007

Senin, 15 April 2013

ADMINISTRASI SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN Oleh: KELOMPOK 3 ARMIN SUSANTO IZRA DANUHARJA MUHAMMAD ASNUN REZKY AMALIA MURLINA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN QAIMUDDIN KENDARI 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarana dan Prasarana sekolah merupakan salah satu faktor penunjang dalam pencapaian keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah. Tentunya hal tersebut dapat dicapai apabila ketersedian sarana dan prasarana yang memadai disertai dengan pengelolaan secara optimal.Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang lebih dikenal dengan istilah KTSP dimana penerapan desentralisasi pengambilan keputusan, memberikan hak otonomi penuh terhadap setiap tingkat satuan pendidikan, untuk mengoptimalkan penyedian, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan. Sekolah dituntut untuk memiliki kemandirian untuk mengatur dan mengurus kebutuhan sekolah menurut kebutuhan berdasarkan aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang undangan pendidikan nasional yang berlaku. Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut pemerintah melalui PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan, pasal 1 ayat (8) mengemukakan standar sarana dan prasarana adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan Sarana dan prasarana pendidikan juga menjadi salah satu tolok ukur dari mutu sekolah. Tetapi fakta dilapangan banyak ditemukan sarana dan prasarana yang tidak dioptimalkan dan dikelola dengan baik untuk itu diperlukan pemahaman dan pengaplikasian manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan berbasis sekolah. Bagi pengambil kebijakan di sekolah pemahaman tentang sarana dan prasarana akan membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal guna mencapai tujuan pendidikan. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada beberapa hal berikut ini : 1. Apa pengertian dan ruang lingkup pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan? 2. Bagaimanan tujuan dari pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan? 3. Apa saja prinsip-prinsip dasar pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan? 4. Bagaimanakah perencanaan kebutuhan, pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan? 5. Bagaimana penataan sarana dan prasarana pendidikan? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan Salah satu aspek yang mendapat perhatian utama dari setiap administrator pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti: gedung, ruang belajar atau kelas, alat-alat atau media pendidikan, meja, kursi dan sebagainya. Sedangkan menurut rumusan Tim Penyusun Pedoman Pembukuan Media Pendidikan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan ”sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dan berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efesien”. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti : halaman, kebun atau taman sekolah, jalan menuju ke sekolah, tata tertib sekolah, dan sebagainya B. Ruang Lingkup Sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya dapat dikelompokan dalam empat kelompok, yaitu tanah, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah (site, building, equipment, and furniture). Agar semua fasilitas tersebut memberikan kontribusi yang berarti pada jalannya proses pendidikan, hendaknya dikelola dengan dengan baik. Pengelolaan yang dimaksud meliputi: 1. Perencanaan Perencanaan sarana dan prasarana pendididkan merupakan pekerjaan yang komplek, karena harus terintegrasi dengan rencana pembangunan baik nasional, regional maupun lokal, perencanaan ini merupakan sistem perencanaan terpadu dengan perencanaan pembangunan tersebut. perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan tergantung pada jenis program pendidikan dan tujuan yang ditetapkan. Program pendidikan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja akan berbeda dengan program pendidikan yang berorientasi pada pemerataan kesempatan belajar, dalam hal sarana dan prasarananya, karena itu dalam perencanaan kebutuhan tersebut tersebut perlu dikaji sistem internal pendidikan dan aspek eksternalnya seperti masalah demographi, ekonomi kebijakan-kebijakan yang ada. Kegagalan dalam tahap perencanaan ini akan merupakan pemborosan. Prinsip prinsip umum dalam perencanaan seperti komprehensif, obyektif, fleksibel dan interdisiplin perlu diperhatikan. 2. Pengadaan Untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya untuk pengadaan tanah bisa dilakuakn dengan cara membeli, menerima hibah, menerima hak pakai, menukar dan sebgainya. Dalam pengadaan gedung/bangunan dapat dilakukan dengan cara membangun baru, memebeli, menyewa, menerima hibah, atau menukar bangunan. Untuk pengadaan perlengkapan atau perabot sekolah dapat dilkukan dengan jalan membeli. Perabot yang akan dibeli dapat berbentuk yang sudah jadi, atau yang belum jadi. Dalam pengadaan perlengkapan ini juga dapat dilakukan dengan jalan membuat sendiri atau menerima bantuan dari instansi pemerintah dari luar Departemen Pendidikan Nasional, badan-badan swasta, masyarakat, perorangan dan sebagainya. Dalam pengadaan sarana diatas selain perlu diperhatikan segi kualitas dan kuantitas, juga diperhatikan prosedur atau dasr hukum yang berlaku, sehingga sarana yang sudah ada tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Misalnya dalam pembelian tanah perlu jelas surat-surat tanah yang akan dibeli, demikian juga dengan akte jual belinya, demikian juga kalau menerima hibah dari pihak lain supaya ada dasr hukumnya, sebaiknya dalam pelaksanaanya dilakukan dengan Akte Notaris Pejabat pembuat akte tanah setempat. Sedangkan untuk yang sifatnya hak pakai, seperti lahan hendaknya disertai dokumen serah terima dari pihak yang memberikan hak pakai. Untuk sarana yang diperoleh melalui siswa perlu juga dibuat surat perjanjian (kontrak) antar pihak penyewa dan pihak yang menyewakan dan sebagainya. Pada setiap sekolah seyogyanya ada petugas khusus yang melaksanakan tugas berkaitan dengan urusan perlengkapan. Kegiatannya meliputi, menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang dari tempat penyimpanan barang/gudang. Barang atau sarana pendidikan yang ada pada setiap sekolah banyak macamnya. Dalam menyimpan barang-barang tersebut hendaknya diperhatikan sifat-sifat barang tersebut. Dalam penyimpanan barang-barang juga perlu diperhatikan tempat penyimpanan barang tersebut. gudang hendaknya ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau, fasilitas pendukungnya, seperti : listrik, air, dan sebagainya. Gudang tersebut kondisnya harus baik. Untuk terjaminnya pelaksanaaan peyimpanan barang atau sarana pendidikan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Syarat-syarat pergudangan yang berlaku b. Sifat barang yang disimpan c. Jangka waktu penyimpanan d. Alat-alat atau sarana lain yang diperlukan untuk penyimpanan e. Dana atau biaya untuk pemeliharaan f. Prosedur kerja penyimpanan yang jelas dan disesuaikan dengan sifat barang yang disimpan. 3. Inventarisasi Semua sarana dan prasaran sekolah hendaknya diinventarisir, melalui inventarisasi memungkinkan dapat dikethui jumlah, jenis barang, kualitas, tahun pembuatan, merek.ukuran, haraga dan sebagainya. Khususnya untuk sarana dan prasarana pendidikan yang berasal dari pemerintah (milik Negara) wajib diadakan inventarisasi secara cermat, dengan menggunakan format-format yang telah ditetapkan. Atau mencatat inventarisasinya di dalam buku Induk Barang Inventaris dan Buku Golongan Inventaris. Buku inventaris ini mencatat semua barang barang inventaris milik menurut urutan tunggal. Sedangkan buku golonganbarang inventaris mencatat barang inventaris menurut golongan barang yang telah ditentukan. 4. Penyimpanan Sarana dan prasarana merupakan penunjang untuk keaktifan proses belajar mengajar. Barang-barang tersebut kondisinya tidak akan tetap, tetapi lama kelamaan akan mengarah pada kerusakan, kehancuran bahkan kepunahan. Namun agar saran dan prasarana tersebut tidak cepat rusak atau hancur diperlukan usaha pemeliharaan yang baik dari pihak pemakainya. Pemeliharaan atau maintenanace merupakan suatu kegiatan yang kontinu untuk mengusahakan agar sarana dan prasarana pendidikan yang ada tetap dalam keadaan baik dan siap untuk dipergunakan. Menurut J.Mamusung (1991:80), pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran persekolahan dan diperuntukan bagi kelangsungan “building”, “equipment”, serta “furniture”, termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan perbaikan dan pemugaran, serta penggantian. Perlunya pemeliharaan yang baik terhadap bangunan, perabot dan perlengkapan sekolah dikarenakan kerusakan sebenarnya telah dimulai semenjak hari pertama gedung, perabot dan perlengkapan itu diterima dari pihak pemborong, penjual atau pembeli sarana tersebut, kemudian disusul oleh proses kepunahan, meskipun pemeliharaan yang baik telah dilakukan terhadapa sarana tersebut selama dipergunakan. J.Mamusung telah mengelompokan, ada 5 faktor yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan, perabot dan perlengkapan sekolah, yaitu: 1. Kerusakan dikarenakan pemakaian dan pengrusakan, baik disengaja maupun yang tidak oleh pemakai. 2. Kerusakan dikeranakan pengaruh udara, cuaca, musim, maupun keadaan lingkungan. 3. Keusangan (out of date) disebabkan moderenisasi di bidang pendidikan serta perkembangannya 4. Kerusakan karena kecelakaan atau bencana disebabkan kecerobohan dalam perencanaan, pemeliharaan, pelaksanaan, maupun penggunaan yang salah 5. Kerusakan karena timbulnya bencana alam seperti banjir gempa dan lain-lain 5. Penataan Sarana dan prasarana merupakan sumber utama yang memerlukan penataan sehingga fungsional, aman dan atrktif untuk keperluan proses belajar di sekolah. Secara fisik sarana dan prasarana harus menjamin adanya kondisi yang higienik dan secara psikologis dapat menimbulkan minat belajar, hampir dari separuh waktunya siswa-siswa bekerja, belajar dan bermain di sekolah, karena itu lingkungan sekolah (sarana dan prasarana) harus aman, sehat, dan menimbulkan presefesi positif bagi siswa-siswanya. Lingkungan yang demikian dapat menimbulkan rasa bangga dan rasa memiliki siswa terhadap sekolahnya. Hal ini memungkinkan apabila sarana dan prasarana itu fungsional bagi kepentingan pendidikan. Dalam hal ini guru sangat berkepentingan untuk memperlihatkan unjuk kerjanya dan menjadikan lingkungan sekolah sebgai asset dalam proses belajar mengajar. Beberapa teknis yang berkenaan dengan bagaimana menata sarana dan prasarana pendidikan: 1. Penataan Ruang dan Bangunan Sekolah Dalam mengatur ruang yang dibangun bagi suatu lembaga pendidikan atau sekolah, hendaknya dipertimbangkan hubungan antara satu ruang dengan ruang yang lainnya. Hubungan antara ruang-ruang yang dibutuhkan dengan pengaturan letaknya tergantung kepada kurikulum yang berlaku dan tentu saja ini akan memberikan pengaruh terhadap penyusunan jadwal pelajaran. 2. Penataan Perabot Sekolah Tata perabot sekolah mencakup pengaturan barang-barang yang dipergunakan oleh sekolah, sehingga menimbulkan kesan kontribusi yang baik pada kegiatan pendidikan. Dalam mengatur perabot sekolah hendaknya diperhatikan macam dan bentuk perabot itu sendiri. Apakah perabot tunggal atau ganda, individual atau klasikal, hal yang harus diperhatikan dalam pengaturan perabot sekolah antara lain: a. Perbandingan antara luas lantai dan ukuran perabot yang akan dipakai dalam ruangan tersebut b. Kelonggaran jarak dan dinding kiri-kanan c. Jarak satu perabot dengan perabot lainnya d. Jarak deret perabot (meja-kursi) terdepan dengan papan tulis e. Jarak deret perabot (meja-kursi) paling belakang dengan tembok batas f. Arah menghadapnya perabot g. Kesesuaian dan keseimbangan h. Penataan perlengkapan Sekolah Penataan perlengkapan sekolah mencakup perlengkapan di ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang guru, dan kelas, ruang BP, ruang perpustakaan dan sebagainya. Ruang-ruang tersebut perlengkapannya perlu ditata sedemekian rupa sehingga menimbulkan kesan yang baik kepada penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dan menimbulkan perasaan dan betah pada guru yang mengajar dan siswa yang sedang belajar. 6. Penggunaan Penggunaan atau pemakaian sarana dan prasarana pendidikan disekolah merupakan tanggungjawab kepala sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan dengan penanganan saran dan prasarana sekolah diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal tersebut. yang perlu diperhatikan dalam penggunaan saran dan prasarana adalah: 1. Penyusunan jadwal harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya 2. Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupkan prioritas utama 3. Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun pelajaran 4. Penugasan / penunjukan personil sesuai dengan dengan keahlian pada bidangnya 5. Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah, antar kegiatan intrakulikuler dengan ekstrakulikuler harus jelas. 7. Pemeliharaan Menurut waktunya kegiatan pemeliharaan terhadap bangunan dan perlengkapan serta perabot sekolah dapat dibedakan menjadi pemeliharaan yang dilakukan setiap hari dan pemeliharaan yang dilakukan secara berkala. 8. Penghapusan Barang-barang yang sudah ada di sekolah, terutama yang berasal dari pemerintah (khusus sekolah negeri) tidak akan selamanya bisa digunakanan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, hal ini dikarenakan rusak berat sehingga tidak bisa dipergunakan lagi, barang tersebut sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan keadaan, biaya pemeliharaan yang tinggi, jumlah barang tersebut berlebihan sehingga tidak bisa dimanfaatkan, dan nilai guna barang tersebut tidak perlu dimanfaatkan. Dengan keadaan seperti diatas maka barang-barang tersebut harus segera dihapus, artinya, menghapus barang-barang inventaris itu (milik Negara) dari daftar inventaris sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya penghapusan ini maka barang tersebut dibebaskan dari biaya perbaikan dan pemeliharaan, selain itu dengan adanya penghapusan ini akan meringankan beban kerja inventaris dan membebaskan tanggung jawab sekolah terhadap barang tesebut. C. Tujuan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Secara umum, tujuan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah memberikan pelayanan secara professional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui system perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama. Dengan perkataan ini, melalui manajemen sarana dan prasarana pendidikan diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh sekolah adalah sarana dan prasarana yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang efisien. 2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana secara tepat dan efisien. 3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh semua personel sekolah. BAB III PENUTUP Kesimpulan Manajemen sarana dan prasarana sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bidang kajian administrasi sekolah (school Administrator) dan sekaligus menjadi tugas pokok administrator sekolah atau kepala sekolah. Pada hakekatnya manajemen sarana dan prasarana sekolah merupakan proses pendayagunaan semua sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah. Melalui proses tersebut diharapakan semua pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan disekolah dapat secara efektif dan efisien. Secara etimologis(bahasa) prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan misalnya lokasi/tempat bangunan sekolah, lapanagan olahraga, uang dan sebagainya. Sedangkan sarana berati alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan misalnya: ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen saran dan prasarana sekolah adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.

SAYYID AHMAD KHAN A. Biografi Sayyid Ahmad Khan Sayyid Ahmad Khan dikenal sebagai seorang tokoh pembaru di kalangan umat Islam India pada abad ke-19. Dia dilahirkan di India pada 6 Dzulhijjah 1232 Hijriyah atau 17 Oktober 1817 Masehi di kota Delhi. Nenek moyangnya berasal dari Semenanjung Arab yang kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani Umayyah. Dari Herat mereka hijrah ke Hindustan (India) dan menetap di sana. Ayahnya bernama al-Muttaqi, seorang ulama yang saleh. Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau dari keturunan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Talib. Karena itulah dia bergelar sayyid. lbunya seorang wanita cerdas dan pandai mendidik anak-anaknya. Ahmad Khan memulai pendidikannya dalam pengetahuan agama secara tradisional. Di samping itu beliau juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa Arab, matematika, mekanika, sejarah dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Ayahnya meninggal tahun 1838, pada saat itu Ahmad Khan mulai bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia pindah bekerja sebagai hakim di Fatehpur (1841). Selanjutnya ia dipindahkan ke Bignaur. Dan pada tahun 1846 ia kembali lagi ke Delhi. Masa delapan tahun di Delhi merupakan masa yang paling berharga dalam hidupnya karena ia dapat melanjutkan pelajarannya. Ketika terjadi pemberontakan umat Hindu dan umat Islam terhadap penguasa Inggris pada tanggal 10 Mei 1857, Ahmad Khan berada di Bignaur sebagai salah seorang pegawai peradilan. Ia membantu melepaskan orang-orang Inggris yang teraniaya di Bignaur. Atas jasa-jasanya, pemerintah Inggris menganugerahkan gelar Sir dan memberikan berbagai hadiah kepadanya. Ahmad Khan menerima gelar tersebut, tetapi ia menolak hadiah-hadiah itu, kecuali kesempatan untuk berkunjung ke Inggris pada tahun 1869. Kesempatan tersebut dimanfaatkan olehnya untuk meneliti lebih jauh sistem pendidikan serta menyaksikan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris. Ahmad Khan pun menjelaskan kepada pemerintah Inggris bahwa dalam pemberontakan di tahun 1857, umat Islam tidaklah memainkan peran utama. Hal itu dijelaskan lewat buku yang berisikan catatan kronologis pemberotakan tersebut (Tarikhi Sarkhasi Bijnaur/1858). Buku lainnya, berjudul Asbab Baghawat-i Hind (1858) yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, The Causes of the Indian Revolt (Sebab-sebab Revolusi India), juga menceritakan hal yang sama. Ahmad Khan berhasil mendamaikan umat Islam dengan pemerintah Inggris. Bukunya antara lain Risalah tentang Orang-orang Saleh (Risalat Khair Khawahan Musulman) dan Hukum Memakan makanan Ahli Kitab (Ahkam Ta'am Ahl al-Kitab). Setelah berhasil mendamaikan umat Islam dan pemerintah Inggris, Ahmad Khan mulai memunculkan ide-idenya dalam rangka memajukan umat Islam. Menurut Ahmad Khan, umat Islam terbelakang, bodoh, dan miskin, karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana yang dimiliki oleh negara Eropa lainnya. la berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern dan teknologi adalah hasil pendayagunaan akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, Al-Quran sangat mendorong umat Islam untuk mempergunakan akal dalam bidang-bidang yang sangat luas, walaupun jangkauan akal tersebut terbatas. Cita cita Ahmad Khan untuk mendirikan perguruan tinggi akhirnya terwujud dengan diletakkannya batu pertama pembangunan gedung perguruan tinggi tersebut oleh Gubernur Jendral Lord Lotion pada tanggal 8 Januari 1877 di kota Aligarth. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Muhammadan Anglo Oriental College, yang lebih dikenal dengan Aligarth College Masa-masa akhir hayatnya digunakan untuk mewujudkan Aligarth College yang didirikannya itu. Sayyid Ahmad Khan meninggal pada usia 81 tahun. Seluruh India berkabung, dan umat Islam kehilangan seorang tokoh besar yang selama hidupnya digunakan untuk memajukan bangsanya. Ahmad Khan telah tiada, namun sampai kini gagasan-gagasannya masih banyak diualas oleh akademisi dan para ilmuan. B. Kondisi Pendidikan Islam Di India Abad XIX Di India pendidikan modern yang dibawa oleh Inggris pada awal abad ke 19 telah menimbulkan dualisme sikap masyarakat muslim. Yaitu sikap antagonis (menolak) dan sikap akomodatif (menerima). Ahmad Khan berpandangan bahwa saat ini umat Islam harus kembali ke teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah seperti pada zaman Islam klasik, dari pada itu ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat dibarat perlu dikuasai oleh umat Islam. Sebab ilmu pengetahuanlah yang akan mampu menghidupkan kembali orientasi keduniaan umat yang telah hilang sejak zaman pertengahan. Untuk menguasai pengetahuan dari barat tiada lain jalan yang ditempuh adalah dengan mengakomodasi pikiran-pikiran modern termasuk pendidikan yang dibawa oleh inggris. C. Pokok-pokok pikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Sayyid Ahmad Khan memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari keterpurukan. Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut: 1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merubah pandangan Inggris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggris. Cita - citanya untuk menjalani hubungan baik antara Inggris dan umat islam, agar ummat islam dapat di tolong dari kemunduranya , dapat di wujudkan di masa hidupnya. 2. Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan dan kebebasan akal mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Alam, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. 3. Sayyid Ahmad Khan menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berubah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya. 4.Yang menjadi dasar bagi sistem perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah sistem monogamy, dan bukan sistem poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a yang demikian, ia menjelaskan tidak pernah dikabulkan Tuhan. 5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu. D. Usaha-usaha yang dicapai oleh Sayyid Ahmad Khan. Sebagian telah tersebut diatas, jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Agar dicapai sikap mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, berubah terlebih. Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya. Sir Ahmad Khan kemudian mendirikan lembaga pendidikan pertama yaitu Sekolah Inggris di Mudarabad pada tahun 1861. Untuk menunjang lembaga pendidikan tersebut, Sir Ahmad Khan pada tahun 1864 mendirikan The Scientific Society (Translation Society) sebagai lembaga penerjemahan ilmu pengetahuan modern ke dalam bahasa Urdu. Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarth yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India. Sekolah itu terbuka bukan hanya bagi orang Islam, tetapi juga bagi orang Hindu dan Kristen. E. Kesimpulan Sayyid Ahmad Khan sebagai tokoh pembaharuan Islam India memberi penghargaan tinggi pada akal manusia, ia menganut faham Qodariyah, percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, menentang taqlid, dan membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya di waktu itu. Ide-ide pembaharuan yang dicetuskan Sir Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh murid serta pengikut dan timbullah apa yang dikenal dengan gerakan Aligarh. Pusatnya adalah sekolah MAOC yang didirikan pemimpin pembaharuan Islam India itu di Aligarh. Setelah ditingkatkan menjadi universitas, dengan nama Universitas Islam Aligarh ditahun 1920, perguruan tinggi ini meneruskan tradisi sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam India. Karena usaha – usaha yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan pendidikan Islam di India maupun Negara-negara Islam yang lain menjadi lebih maju dan tidak terbelakang. SAYYID AHMAD KHAN Oleh: REZKY AMALIA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN QAIMUDDIN KENDARI 2013

Nama : Rezky Amalia Akhiran S/ES digunakan pada kata kerja (Verb) jika: 1. Subjeknya orang ke-3 tunggal (third person singular). Contoh:  John works  He writes  She eats  Sinta reads  It helps  Cat finds 2. Akhiran ES ditambahkan pada kata (verb) yang berakhiran:  Sh  Ch  S  Z  X  O Contoh  Wash = Washes  Watch = Watches  Buzz = Buzzes  Go = Goes 3. Untuk kata-kata yang berakhiran Y yang didahului huruf Vokal maka ditambahkan S Contohnya Buy = Buys 4. Untuk kata-kata yang diakhiri dengan huruf Y tapi didahului huruf konsonan (huruf mati) maka Y diganti dengan I dan ditambahkan ES. Contohnya Cry = Cries 5. Selain dari kata-kata (verb) yang berakhiran Sh,Ch,S,X,Z,O dan kata yang berakhiran Y yang didahului huruf konsonan, semunya menggunakan akhiran S. NB: penggunaan Akhiran S/ES pada kata kerja (verb) digunakan pada bentuk waktu simple present tense

INTEGRASI ILMU AGAMA (ISLAM) DAN ILMU SAINS OLEH: KELOMPOK 4 SAMSUL REZKY AMALIA TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN QAIMUDDIN KENDARI 2013 A.PENDAHULUAN Dewasa ini kita sering mendengar istilah ilmu agama dan ilmu sains, ilmu agama islam adalah ilmu yang berbasiskan dengan wahyu, hadits Nabi, Penalaran para Ulama (ijma). Misalnya Fiqh, Tasawuf, Ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah Peradaban islam dan pendidikan agama islam. Selanjutnya ilmu sains adalah ilmu yang berbasikan dengan penalaran manusia berdasarkan penalaran akal dan data yang empiris. Seperti matematika, Astronomi, Astropologi dan lain sebagainya. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak memperdulikan ilmu. Hal ini dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama memiliki cara yang berbeda baik dari pendekatan, pengalaman, dan perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber perdebatan. Ilmu-terkait erat dengan pengalaman yang sangat abstrak, misalnya matematika. Sedangkan agama lebih terkait erat dengan pengalaman biasa kehidupan. Sebagai interpretasi pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama bersifat preskriptif. Ada juga yang memandang bahwa sains dan agama berdiri pada posisinya masing-masing, karena bidang ilmu mengandalkan data yang didukung secara empiris untuk memastikan apa yang "nyata" dan apa yang tidak, agama sebaliknya siap menerima yang gaib dan tidak pasti hanya didasarkan pada variabel berwujud dari "iman" dan kepercayaan. Bahwa agama dan sains harus hidup berdampingan independen satu sama lain, sebab meskipun ada kesamaan dalam misi mereka, perbedaan mendasar antara keduanya menyajikan sebuah konflik yang akan beresonansi pada inti masing-masing. Sehingga integrasi antara sains dan agama hampir tidak layak, sebagai kriteria ilmiah untuk mengidentifikasi asumsi tersebut menjadi nyata, karena dipastikan ada proses kanibalisasi antara keduanya, sementara agama sangat penting bagi kesejahteraan individu dan bertujuan menciptakan harmoni bagi kehidupan. Persoalan yang muncul sekarang adalah bagaimana melakukan integrasi antara sains dan agama, dan integrasi seperti apa yang dapat dilakukan?. Dalam wacana sains dan agama, integrasi dalam pengertian generiknya adalah usaha untuk memadukan sains dan agama. J. Sudarminta, SJ, misalnya, pernah mengajukan apa yang disebutnya ”integrasi yang valid”, tetapi pada kesempatan lain mengkritik ”integrasi yang naif” (istilah yang digunakannya untuk menyebut kecenderungan pencocok-cocokan secara dangkal ayat-ayat kitab suci dengan temuan-temuan ilmiah). B.PEMBAHASAN Tinjauan tentang Integrasi Ilmu Agama Islam dengan Ilmu-ilmu Umum, menurut: 1.TEOLOGI Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari tuhan sebagai mana wahyu yang diturunkan-Nya. Melalui tinjauan normatif teologis ini, seseorang akan dibawa pada suatu keadaan melihat masalah berdasarkan perspektif tuhan dalam batas-batas yang dapat dipahami manusia. Demikian pentingnya tinjauan normatif teologis ini, maka ia telah digunakan sebagai salah satu cara untuk melihat masalah. Tinjauan suatu masalah berdasarkan normatif teologis termasuk tinjaun yang paling mendominasi pemikiran umat islam. Hal ini terjadi akibat pengaruh paham teologi asy’ari yang menempatkan Tuhan amat dominan dalam menentukan perjalanan manusia. Ada juga anggapan yang kuat dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa ”agama” dan ”ilmu” adalah dua entitas yang tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak memperdulikan ilmu. Hal ini dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama memiliki cara yang berbeda baik dari pendekatan, pengalaman, dan perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber perdebatan. Ilmu terkait erat dengan pengalaman yang sangat abstrak, misalnya matematika. Sedangkan agama lebih terkait erat dengan pengalaman biasa kehidupan. Sebagai interpretasi pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama bersifat preskriptif. Tinjauan normatif teologis ini perlu dilakukan untuk membangun komitmen dan melihat sesuatu dalam perspektif yang ideal sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan dan firman-firman-Nya. Tinjauan normatif teologis ini Pada tahap selanjutnya terlihat kurang berpengaruh dalam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Karena dengan tinjauan tersebut manusia sebagaimana dalam pandanga teologi asy’syariah banyak mengandalkan tuhan akibatnya manusia menjadi kurang kreatif dan inivatif. Akibatnya keadaan duni islam mengalami kemunduran sebagai akibat kurangnya perhatian terhadap penggunaan penalaran. Tinjauan normatif teologis selanjutnya mengharuskan kita untuk melihat secara seksama bagaiman pandanga tuhan terhadap integrasi ilmu agama islam dan ilmu umum, sebagai mana terdaat dalam firman-Nya di dalam Al’quran dan dan dijabarkan oleh nabi muhammad saw dalam haditsnya. Al-quran dan As-sunnah sesungguhnya tidak membedakan antara ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum. Yang dalam ada dalam alqur’an adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama islam dan ilmu umum adalah merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengindetifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya. 2. HISTORIS a. Sejarah Pertumbuhan ilmu agama islam dan ilmu sains di dunia islam Ada dua Faktor yang sangat berperan dalam kemajuan ilmu pengetahuan saat itu: a. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Bangsa persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, matematika dan astronomi. Sedangkan yunani masuk melalui terjemahan-terjamahan dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat. b. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase, pertama, pada masa khalifah Al-mansur hinggs Harun al-rasyid, terutama dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, berlangsung pada masa al-ma’mun hingga tahun 300 H. Terutama dalam bidang filsafat dan kedokteran. Ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Matematika Matematika dan sains masuk ke dunia islam lewat cara yang sama dengan pemikiran filsafat yaitu melalui, terutama lewat beberapa karya ringkasan yang menjadi buku pegangan dikedua daerah tersebut sepanjang masa domoinasi aleksandria sebagai pusat dunia intelektual hellenisme. Proses transmisi ilmu pengetahuan yunani kedalam bahasa arab telah berpengaruh juga pada proses perkembangan ilmu matematika. Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh yang berhasil menguasai ilmu tersebut, bahkan keberadaannya telah menjadi rujukan para ilmuwan barat pada saat itu. Sejarah matematika telah kita ketahui dimulai sejak sebelum masa pra-islam, maka tokoh-tokoh matematikawan di dunia arab tersebar mulai dari masa itu, melewati masa-masa puncak renaisans islam di abad ke 8-11 masehi, dan mulai memudar sekitar abad ke-s13. Bahkan menurut catatan Nasr, sampai abad ke 19, tradisi keilmuan matematika ini masih terus hidup dan melahirkan tokoh-tokoh dan karya yang mumpuni. Para tokoh matematika muslim ini aktif berperan dalam berbagai kegiatan keilmuan, mulai dari penerjemahan, pengembangan teori (baik matematika itu sendiri, maupun ilmu-ilmu yang menyatu dengan matematika , seperti astronomi atau musik), maupun aktivitas lain, seperti perencannan tata kota maupun kontruksinya. Dan kalau disebut sebagi tokoh matematika , kabanyakan dari mereka juga berkarya di bidang astronomi, astrologi dan musik. Dapat disebutkan di sini sederet nama-nama terkenal misalnya Naubakht (ahli astronomi), Al-Farukhan ( penerjemah dan pemberi anotasi Quardipartium karya ptolomeus (815), Ibn Al Haytam (965-1039), Umar Khayyam ( 1048-1132), Nasir al-Dn Al-Thusi (w.1247), Banu Musa (tiga putra dari syakir ibn Musa , yakni Muhammad, Ahmad dan Hasan), Ibn Mashar, Al-Khawarizmi (839-849), Abu Al-Wafa’ (940-997), Abu Al Husain Al –Sufi/Azopsi ( 903-986), Habasyi Al-Hasib, Al-Fargani/Al-Farganus, Al-Fathl Al-Nayrizi(w.922), Al-Muzaffar Al-Tusi, Quthb Al-Din Al-Syirazi (1236-1311). Setidaknya nama-nama ini muncul dalam buku-buku teks standar yang tersebar di dunia akademik sejarah matematika. Di luar nama-nama diatas, diperkirakan masih banyak matematikawan yang tercatat dalam tinta emas peradaban islam. b.Sejarah Ilmu Dari dunia Islam ke Eropa dan Barat Sebagaimana tercatat dalam sejarah bahwa pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Islam telah Menguasai Afrika Utara, Benua Eropa (711 M), Maroko dan Al-Jazair, Spanyol, kordova, Seville, Elvire, dan Toledo. Bahkan pada masa Khalifah umar bin Abd. Aziz, serangan dilakukan ke prancis melalui pegunungan Pirancee. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah spanyol dan jatuhnya kerajaan islam terakhir di sana, islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, dari tahun 711 M hingga 1492 M. Rentang waktu yang panjang tersebut telah berpengaruh pada proses kemajuan ilmu pengetahuan di dunia barat. Jarak antara spanyol dan negara-negara barat yang relatif dekat paling tidak telah banyak membantu para ilmuwan barat untuk melakukan adopsi kebudayaan dan penerjemahan karya-karya gemilang intelektual muslim yang telah ada. Analisis lain yang bisa dikedenpankan tentang masuknya ilmu agama islam ke negara barat juga didukung oleh lahirnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi pada abad ke-12, yang secara otomatis akan memainkan peran dalam melakukan proses penelitian dan penerjemahan karya intelektual dan keilmuan islam ke dalam bahasa latin. Disamping beberapa faktor di atas, perkembangan ilmu pengetahuan di eropa pun sesungguhya lebih dilatar belakangi sebuah keinginan besar dari para pemuda kristen yang belajar di Universitas-universitas islam di spanyol, seperti Univertas Cordova, Sevile, Malaga, dan Salamanca dalam menerjemahkan karya-karya intelektual muslim yang tersebar di seluruh dunia. Keaktifan mereka selama masa kuliah, telah membuktikan kepada mereka bahwa ilmu-ilmu yang yang diperoleh dari intelektual Muslim membawa manfaat besar khususnya bagi pribadi mereka dalam pengembangan wacana keilmuwan juga dalam proses pendidikan (universitas) yang mereka dirikan di eropa. Pada abad pertengahan tepatnya abad ke-12 kondisi inipun ternyata berbalik arah. Eropa yang dulu belajar terhadap kaum muslimin harus belajar kembali kepada eropa yang saat ini hampir menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. C. Sejarah pertumbuhan ilmu umum di dunia islam pada zaman modern (proses masuknya ilmu umum dari barat ke dunia islam) Saat ini masyarakat-masayarakat non-barat memerlukan bantuan barat dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan serta melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Barat, sebagaiman disimpulkn oleh seorang penulis, adalah bangsa yang: 1. Memiliki sistem perbankan internasional dan mampu mengoperasikannya sendiri. 2. Mengendalikan peredaran mata uang. 3. Costumer utama dunia. 4. Menguasai pasar modal internasional. 5. Mampu menerapakan moral leadership dalam berbagai negara. 6. Memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi militer secara massif. 7. Mengendalikan jalur lalu lintas laut. 8. Menjadi pelopor berbagi penelitian dan perkembangan teknologi maju. 9. Memiliki peran penting dalam bidang pendidikan. 10. Menguasai akses keseluruh dunia. 11. Menguasai industri pesawat terbang. 12. Menguasai komunikasi nasional. 13. Menguasai industri-industri senjata canggih. Batasan tersebut mengindikasikan bahwa barat telah menguasai hampir diseluruh kehiduan dunia, mulai dari pendidikan, lalulintas, teknologi, informasi, dan lain sebagainya. Adanya kemajuan tersebut tentu tidak bisa lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikuasai mereka. Kebangkitan intelektual di eropa telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan eropa. Pada saat yang bersamaan kondisi umat islam telah banyak mengalami kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan. Kecanggihannya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan telah membuktikan barat telah beberapa kali memenangkan perang melawan umat islam. Bahkan beberapa wilayah telah dikuasai barat. Kejayaan ini berlangsung cukup lama, sampai diangkatnya penguasa baru Abbasiyah. Al-Mutawakkil yang bermazhab sunni melakukan pencabutan izin resmi Mu’tazilah sabagai satu aliran resmi kenegaraan yang pernah terjadi pada masa Al-makmun, kondisi terus berlanjut hingga islam merasa Antipati terhadap golongan Mu’tazilah, golongan yang gencar menyebarkan ajaran rasionalis. Sejak itu masyarakat tidak lagi mau mendalami ilmu-ilmu sains dan filsafat. Pemikiran logis dan ilmiah tidak lagi menjadi budaya berpikir masyarakat muslim sampai akhirnya pola berikir rasional berubah menjadi pola pikir tradisonal yang banyak dipengaruhi oleh ajaran spiritualitas, tahayul, dan kemujadahan. Antipati terhadap Mu’tazilah juga telah menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap penerapan kurikulum di madrasah. Jatuhnya paham Mu’tazilah telah mengangkat kaum konservatif menjadi kuat. Dalam rangka mengembalikan paham ahlusunnah sekaligus memperkokoh basis, para ulama sering melakukan kontrol terhadap kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan. Pada masa ini, materi pelajaran sangat minim, hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama, bahkan pendidikan islam lebih identik dengan pelajaran fiqh dan tasawuf. Kondisi demikian terus diperburuk seiring dengan runtuhnya kota bagdad, akibat serangan tentara mongol pada tahun 1258 M, yang kemudian berakibat pada kehancuran kebudayaan dan pusat pendidikan islam. Artinya, kemunduran umat islam sesungguhnya telah diawali sejak runtuhnya aliran Mu’tazilah, yang kemudian berakibat pada cara berfikir umat islam yang tidak lagi rasional, tidak lagi mau menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang punya nilai guna. Hal ini terus diperburuk oleh situasi politik negeri islam yang tidak menetu, yang berakibat pada rapuhnya sistem pemerintahan saat itu, yang kemudian juga berakibat pada lemahnya sektor pendidikan, baik industri, metodologi, bahkan tujuan pendidikan islam semakin kehilangan visi, misi, dan tujuan sebagaimana yang pernah diterapkan di masa-masa kejayaan islam. Inilah awal mula terjadinya kesadaran umat islam akan ketertinggalannya yang begitu jauh. Introspeksi terus dilakukan oleh beberapa pembaru islam, untuk kemudian dicarikan apa yang harus kita perbuat dalam mengembalikan kejayaan islam di masa lalu. Secara garis besar, ada beberapa faktor yang menghruskan terjadinya proses pembaruan dalam islam, yaitu: 1. Faktor kebutuhan Fragmatis umat islam yang sangat memerlukan satu sistem pendidikan islam yang betul-betul bisa diajdikan rujukan dalam mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa dan beriman kepada Allah. 2. Agama islam sendiri melalui ayat suci alqur’an banyak menyuruh atau menganjurkan umat islam untuk selalu berfikir dan bermetafora, membaca dan menganalisis sesuatu untuk kemudian bisa diterapkan atau bahkan bisa menciptakan hal yang baru dari apa yang kita lihat. 3. Adanya kontak islam dengan barat, juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lhat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat islam untuk belajar secara terus-menerus keada barat, sehingga ketertinggalan-ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisasi. Terjadinya kontak hubungan antara islam dan barat merupakan faktor eksternal pembaruan pendidikan islam karena umat islam dapat melihat kemajuan barat pada peralatan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendudukan atas meir oleh napoleon Bonaparte pada tahun 1798 merupakan tonggak sejarah bagi umat islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan kemunduran mereka khusunya dalam bidang teknologi. Ekspedisi napoleon di mesir bukan hanya menunjukkan sepasukan tentara yang kuat dengan peralatan militernya, bahkan njuga memebawa sepasukan ilmuwan dengan seperangkat ilmiah dua set peralatan. Kondidi inilah yang melatar belakangi para tokoh pembaruan islam akan kemunduran dan keterbelakangan yang selama ini dirasakan. D. pola pembaruan dalam Islam. Ada dua faktor yang menjadi sebab lahirnya pembaruan pendidikan islam a. Pola pembaruan pendidikan islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di barat, yang kemudian kita kenal dengan gerakan modernis. Golongan yang berorientasi pada pola ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang diakui oleh barat adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah ala barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Kelompok ini memahami bahwa kalau kondisi pendidikan islam telah mengalami kemunduran yang sangat luar biasa, pendidikan islam, institusi madrasah tidak lagi bisa dipandang sebagai institusi yang bisa mencetak lulusan yang handal. Oleh karenanya adanya usaha perbaikan sistem, tujuan, metodologi, sarana dan prasarana, kearah pendidikan yang lebih baik sudah menjadi satu kebutuhan bagi para pembaru islam. b.Pembaruan pendidikan islam yang berorientasi pada pemurnian kembali ajaran islam. Golongan yang berorientasi pada pola ini, bagi mereka terjadinya kemunduran islam lebih disebabakan oleh ketidak taatan kaum muslimin dalam menjalankan ajaran islam menurut semestinya. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban serta ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya dimasa silam. Bagi kelompok ini, adanya kemajuan peradaban islam seharusnya menjadi referensi atau bahkan sandaran kalau sesungguhnya islam sendiri, melalui ajarannya yakni Al-qur’an dan hadits bisa memajukan umatnya tanpa harus berkiblat pada barat. Justru kita harus kembali menengok masa-masa kejayaan umat islam, bukannya malah berbalik memalingkan atau tidak mau menengok sama sekali kebelakang. 3. FILOSOFIS Dalam pandangan islam posisi ilmu menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu tidaklah heran jika banajyak nash baik dari la-qur’an dan assunnah yang menganjurkan kepada manusia untuk menuntut ilmu, diantaranya, firman allah dalam surat Al-alaq, yaitu;                          1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-Mu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhan-Mu lah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 4. REINTERGRASI ILMU AGAMA (ISLAM) DAN ILMU SAINS Salah satu istilah yang paling popular dipakai dalam konteks intergrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum adalah kata “islamisasi”. Dalam kamus Webster, islamisasi bermakna to bring within islam. Makna yang lebih luas adalah menunjuk pada proses pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu penngetahuan maupun objek lainnya. Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut faruqi, menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai-nilai kewahyuan, umat islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Sejak kemunduran islam (abad ke 12 M), karena para penguasa muslim kurang memberikan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan hingga akhir abad ke-16, di mana dimulai terputus hubungan antara dunia islam dengan aliran utama dalam sains dan teknologi, umat islam sangat tertinggal jauh dibanding masayarakat barat dalam ilmu pengetahuan. Disaat mengalami kemunduran, justru mulai bangkit dari kegelapan pengetahuan setelah sekian lama terbelenggu dalam indoktrinisasi teologi kristiani. Di sisi lain, para ulama, sebagaimana dikatakan aziz juga sangat inward looking dalam memahami ilmu-ilmu agama. Ketertinggalan dalam memahami wahyu ini sampai mencapai tingkat kebenaran yang memadai, diasumsikan karena tertinggal dalam penguasaannya terhadap ilmu-ilmu pengetahuan umum. Selain masalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan , hal terbesar yang dihadapi umat islam dewasa ini adalah berkaitan dengan paradigma berpikir. Umat islam masih berpikir secara absurd. Misalnya dalam memahami al-qur’an umat islam masih mencari sisi mistik dari surat-surat tertentu. Seperti al-ikhlas, an-naas, ayat kursi,yasiin dan sebagainya. bukan justru mengembangkan wacana-wacana keimanan, kemanusiaan, dan pengetahuan. Dikalangan umat islam yang demikian paling kurang timbul tiga sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut sebagai berikut; Pertama, Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Karena itu ilmu tersebut harus ditolak. Untuk memebawa kemajuan islam adalah dengan kembali pada al-qur’an dan as-sunnah, serta warisan islam dizaman klasik. Kedua, sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu yang bersifat netral. Karenanya ilmu tersebut harus diterima apa adanya. Ketiga, sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu yang bersifat sekuler, dan materialism. Namun dapat diterima oleh umat islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses islamisasi. Ketiga sikap tersebut satu sama lainnya memiliki pengaruh sendiri-sendiri di masyarakat dengan segala implikasi. Dari pernyataan di atas muncul pertanyaan, apakah proses islamisasi ilmu pengetahuan itu perlu dilakukan?? Di bawah ini akan di ulas pendapat beberapa ahli tentang hal ini. Dr.Mohammad Arkoun dan Usep Fathuddin. Beliau seorang guru besar Islamic Studies pada Universitas Sorbon Prancis.mengatakan bahwa keinginan para cendekiawan muslim untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah merupakan kesalahan, sebab ini dapat menjebak kita pada pendekatan yang menganggap bahwa islam hanya semata-mata sebagai ideologi. Senada dengan itu, Usep Fathuddin di indonesia juga terdapat pendapat bahwa islamisasi ilmu pengetahuan itu tidak perlu dilakukan. Beliau berkata: hemat saya, islamisasi ilmu bukanlah kerja ilmiah, apalagi kerja kreatif. Sebab yang dibutuhkan umat islam dan lebih lagi bagi para cendekiawannya adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Mulyanto dan Haidar Bagir Kedua orang ini mendukung proses islamisai ilmu pengetahuan. Mulyanto mengatakan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan sering dipandang sebagai proses penerapan etika islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan kriteria pemilihan satu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain islam hanya berlaku sebagai kriteria etis diluar struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan , tak lain dari proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan pada prinsip-prinsip yang hakiki, yakni tauhid, kesatuan makna kebenaran, dan kestuan ilmu pengetahuan. Haidar Bagir mengemukakan bahwa tentang perlunya dibentuk sains yang yang islami. Hal ini didukung oleh tiga argumentasi sebagai berikut:  Umat islam perlu sebuah sistem sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, material dan spritiual.  Secara sosiologis , umat islam yang tinggal di wilayah geografis dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari barat.  Kita umat islam, pernah memiliki peradaban islamisasi di masa sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat islam . Jadi, jika ke tiga aspek ini mampu kita penuhi , kita punya alasan untuk berharap menciptakan kembali sebuah sains islam dalam peradaban yang islami pula. C. KESIMPULAN Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi Ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk mentransformasikan Nilai-nilai keislaman ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, Khusunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Islamisasi ilmu Pengetahuan adalah upaya untuk menghubungan dan memadukan antara sains dan agama, tak harus berarti menyatukan atau bahkan mencampuradukkan, karena identitas atau watak dari masing-masing kedua entitas itu tak mesti hilang, atau sebagian orang bahkan akan berkata, harus tetap dipertahankan. Dengan adanya islamisasi ilmu pengetahuan dapat dilihat dan diketahui dengan secara Real bahwa islam bukan hanya mengatur dalam segi-segi ritualitas semata seperti shalat,puasa,zakat dan haji melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi duniawi , termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Ditengah-tengah masyarakat yang masih dilanda dengan krisis dalam berbagai bidang kehidupan seperti sekarang ini, Islamisasi ilmu pengetahuan semakin dipandang relevan daya antisipasinya. Ini juga sangat berperan penting, melihat banyaknya tumbuh industri pelayanan perbankan, yang umunya belum menerapkan syariah islam namun sudah ada beberapa industri perbankan yang menyadari bahwa pebankan berbasiskan islam itu perlu. Ini juga sangat perlu untuk dipraktekkan pada kehidupsn kenegaraan yang semakin menuntut perlunya penegakan kejujuran, demokrasi, tranparansi dan lain sebagainya. Dengan demikian, sudah saatnya kita harus menghilangkan dikotomisasi antara agama dan sains. Sudah lama, kita merindukan sebuah harmoni yang Balance antara ruh spiritualitas agama dan sains. Sudah saatnya, agama dan sains harus menghadirkan kesadaran yang muncul lewat pandangan-pandangan yang lebih harmonis. Dan pendidikan merupakan salah satu medium terbaik untuk tujuan tersebut, karena kunci ke arah masa depan yang lebih baik adalah pendidikan, dimana tujuan utama pendidikan adalah untuk memampukan “budaya pengetahuan integral” berakar kuat di masyarakat Muslim kontemporer, sehingga kemajuan di bidang sains dan teknologi menjadi lebih mudah untuk dicapai. Daftar Pustaka Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakata: Rajawali Pers, 2007 Nata, Abuddin, dkk. Intergrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2005


EJAAN DAN TANDA BACA Oleh: INOVASI ABDUL KHOLIK REZKY AMALIA NURSIA MUSTAGFIRI ASROR SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN QAIMUDDIN KENDARI 2013 KATA PENGANTAR Alhamdulillah tidak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah Bahasa Indonesia ini. Dalam proses pengumpulan data-data dan juga proses pembuatan makalah ini tidak lepas dari kerja keras kelompok kami. Makalah yang kami buat adalah mengenai EYD khususnya dalam penggunaan tanda baca, yang di masa kini kurang begitu diperhatikan dan jarang dipergunakan dalam suatu kepentingan yang non formal. Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang seberapa pentingnya penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD. Kami sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan. Akan tetapi kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua. Kendari, Maret 2013 Penulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahasa. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak berlaku lagi pada tahun 1947. B. Rumusan Masalah Pada masalah ini, kami akan menjelaskan bagaimana cara penggunaan tanda baca yang baik dan benar. Di sini kami menuliskan macam macam tanda baca beserta aturan letak penggunaan dan fungsi dari macam-macam tanda baca tersebut, sehingga kita bisa memahami bagaimana cara penggunaan tanda baca yang baik dan benar, karena dalam aturan penggunaan tanda baca, banyak sekali masalah masalah penulisan tanda baca yang kurang tepat sehingga terkadang sulit untuk memahami isi tentang tulisan yang ditulis dalam sebuah karya tulis. C. Tujuan Adapun tujuan yang ingin kami capai dari penulisan karya tulis ini adalah: 1. Dapat memahami fungsi dari macam-macam tanda baca yang ada 2. Dapat memahami tata cara dan letak dalam penggunaan tanda baca 3. Dapat membuat sebuah karya tulis dengan tanda baca yang baik dan benar BAB II PEMBAHASAN 1. Tanda Baca (Pungutasi) Beberapa tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu: 1. Tanda titik(.) 2.Tanda koma (,) 3.Tanda titik koma(;) 4.Tanda titik dua(:) 5.Tanda hubung(-) 6. Tanda pisah (_) 7.Tanda elipis(…) 8.Tanda tanya(?) 9.Tanda seru(!) 10.Tanda kurung((…)) 11. Tanda petik tunggal(‘…’) 12.Tanda garis miring(/) 13.Tanda Kurung Siku ([..]) a.Fungsi tanda baca Dari macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing. Fungsi dari macam-macam tanda tersebut adalah: Tanda Titik (.) 1.Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.Biarlah mereka duduk di sana. 2.Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a. III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. 3.Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4.Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka. 5.Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang. 6.Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Acara kunjungan Adam Malik Tanda Koma (,) 1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. 2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata berikutnya yang didahului oleh kata sepertitetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. 3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang 4. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan. 5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: ... Oleh karena itu, kita harus hati-hati. ... Jadi, soalnya tidak semudah itu. 6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat. Misalnya: “Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.” 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: (i) Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor. (ii) Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bog 8. Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Edyar, Agus mengucapkan terima kasih. Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Tanda Titik Koma (;) 1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. 2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional. Tanda Titik Dua (:) 1. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: Ketua : Moch. Achyar Sekretaris : Tati Suryati 2. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: (v) Tempo, I (34), 1971:7 (vi) Surah Yasin:9 3. Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ayah : “Karyo, sini kamu!”. Tanda Hubung (-) 1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah oleh pergantian baris. 2. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan 3. Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: 17-08-1945 4. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka dengan kata/huruf. Misalnya: se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1. 1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu––saya yakin akan tercapai––diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini––evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom––telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. 3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau kata dengan arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’. Misalnya: 2004––2009 Tanda Elipsis (...) 1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat atau dialog yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ... ya, ayo kita berangkat. 2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: ... selanjutnya akan di bawa ke pengadilan. Ibu baru pulang ... pasar. Catatan: . Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, maka perlu dipakai empat buah titik; tiga titik untuk menandai penghilangan teks dan satu titik untuk menandai akhir kalimat. Misalnya: Ibu baru pulang dari.... Tanda Tanya (?) 1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan? 2. Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan kebenarannya. Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?) Tanda Seru (!) 1. Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah Misalnya: Bersihkan kamar itu sekarang juga! 2. Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu! Tanda Kurung ((...)) 1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja) dalam sidang pleno tersebut. 2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian Indonesia lima tahun terakhir. 3. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal. Tanda Kurung Siku ([...]) 1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik. 2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini. Tanda Petik (“...”) 1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya. Misalnya: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!” 2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu. Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam harian Tempo. Tanda Petik Tunggal (‘...’) 1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” Kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan. 2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya:Feed-back berarti ‘balikan’. Tanda Garis Miring (/) 1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya: Jalan Kramat III/10 atau Masa Bakti 2005/2006 2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya: Laki-laki/Perempuan 2. EJAAN Berbeda dengan pungutasi(tanda baca), peraturan ejaan bersifat jauh lebih ketat. Perubahan ejaan harus berlandaskan kesepakatan yang dianut dan dikuasai oleh selingkung bidang, khususnya jika berkaitan dengan masalah peristilahan selingkung. 1.Pemakaian Huruf Kapital a) Nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan, b) Unsur nama orang. c) Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. d) Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat e) Nama bangsa, suku, dan bahasa. f) Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah. g) Nama geografi. h) Semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, nama dokumen resmi. i) Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat dalam nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan serta dokumen resmi. j) Semua kata dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karanagn kecuali kata depan dan kata hubung yang tidak terletak diawal kalimat. k) Unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan. l) Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan dan pengacuan. m) Kata ganti Anda. 2.Huruf kapital tidak digunakan a) Jika gelar, jabatan, dan pangkat tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. b) Jika nama orang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. c) Jika huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa dipakai sebagai bentuk dasar kata keturunan, seperti kata sifat. 3.Penulisan Angka dan Bilangan a) Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. b) Angka digunakan untuk menyatakan : 1) Ukuran panjang, berat, luas dan isi. 2) Satuan waktu, jangka waktu , atau tanggal. 3) Nilai uang. 4) Kuantitas. c) Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah , apartemen, atau kamar pada suatu alamat. d) Angka digunakan untuk memori bagian karanagn dan ayat kitab suci. e) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan memisahkan tiap nama bilangan BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Ejaan adalah cara menuliskan bahasa (kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf dan tanda baca.Jadi,ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambing-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mulai Agustus 1972,setelah di resmikan di dalam pidato kenegaraan Presiden Suharto pada tanggal 16 Agustus 1972. Penggunaan tanda baca perlu diperhatikan dalam penulisan karya tulis atau karya ilmia.Dari berbagai macam kesimpulan, maka penggunaan tanda baca perlu untuk dipahami dan dipelajari lebih detail agar penggunaan tanda baca pada karya ilmiah yang kita buat menjadi benar dan mudah dipahami oleh orang-orang yang akan membaca karya tulis kita.